HADIST-HADIST EKO. TENTANG ANJURAN JUAL BELI



MAKALAH
ULUMUL HADIST







HADIST-HADIST EKONOMI
TENTANG ANJURAN JUAL BELI



KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt  yang telah memberikan rahmat, nikmat serta karunia-Nya kepada saya, karena atas kehendak-Nya pulalah kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Tema atau judul dari makalah ini adalah “Hadist-hadist ekonomi tentang anjuran jual beli”. Adapun isi dari makalah ini adalah tentang pengertian jual beli, rukun dan syarat jual beli, serta hadist-hadist yang berisi tentang anjuran jual beli. Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat, sehingga dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. Kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini dari awal sampai akhir. Dan semoga Allah swt senantiasa selalu meridho’i segala usaha kita.


Binjai, April 2019

Penulis


DAFTAR  ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I  PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B.  Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Jual Beli
1.  Rukun Jual Beli
2.  Syarat Jual Beli
B. Hadist-Hadist Tentang Jual Beli
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Daftar Pustaka


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Jual beli Adalah proses pemindahan hak milik/barang atau harta kepada pihak lain dengan menggunakan uang sebagai alat tukarnya. Menurut etimologi, jual beli adalah pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain). Kata lain dari jual beli adalah al-ba’i, asy-syira’, al-mubadah, dan at-tijarah.  Dalam proses jual beli ada ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh penjual dan pembeli sehingga, jika proses jual beli sudah selesai tidak ada yang dirugikan.  Bagaimana pandangan Islam dalam jual beli dan apa saja dalil-dalilnya sehingga jual beli itu merupakan sesuatu yang halal bukan sesuatu yang haram atau syubhat.  Dalam makalah ini akan diuraiakan beberapa hadist yang menjelaskan tentang  jual beli.

B.    RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat dirumuskan masalah-masalah yang akan dibahas pada penulisan kali ini, yaitu sebagai berikut:
1.       Apa pengertian jual beli, rukun dan syarat-syarat jual beli?
2.       Apa saja hadist hadist yang berkaitan dengan jual beli?

C.    TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penulisan makalah ini ialah untuk mengetahui apa itu jual beli, rukun dan syarat-syaratnya, dan hadist-hadits yang berkaitan tentang anjuran jual beli.








BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN JUAL BELI
Jual beli atau perdagangan dalam istilah fiqh disebut al-ba’I yang menurut etimologi berarti menjual atau mengganti.Wahbah al-Zuhaily mengartikan secara bahasa dengan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Kata al-ba’I dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yaitu kata al-Syira (beli). Dengan demikian kata al-bai’I berarti jual, tetapi sekaligus juga berarti beli. Adapun definisinya menurut syariat ialah tukar-menukar harta dengan harta yang dimaksudkan untuk suatu kepemilikan, yang ditunjukkan dengan perkataan dan perbuatan.[1]

1.       Rukun Jual Beli
Jual beli mempunyai rukun dan syarat-syarat yang harus dipenuhi, sehinggah jual beli itu dikatakan sah oleh syara. Dimana rukun-rukun jual beli menurut jumhur ulama adalah sebagai berikut:
a.   Ada orang yang berakad (Penjual dan Pembeli)
b.  Ada sighat (ijab qabul)
c.   Ada barang yang dibeli (ma’qud alaih)
d.  Ada nilai tukar pengganti barang.

2.       Syarat-Syarat Jual Beli
Adapun syarat-syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang dikemukakan jumhur ulama diatas sebagai berikut:
a.   Syarat-syarat orang yang berakad
Para ulama fiqh sepakat bahwa orang yang melakukan akad jual beli itu harus memenuhi syarat, yaitu :
1)     Berakal sehat
2)     Atas dasar suka sama suka, yaitu kehendak sendiri dan tidak dipaksa pihak manapun.
3)     Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda, maksudnya seorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual sekaligus sebagai pembeli.

b.  Syarat yang terkait dalam ijab qabul
1)   Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal.
2)   Qabul sesuai dengan ijab. Apabila antara ijab dan qabul tidak sesuai maka jual beli tidak sah.
3)   Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis. Maksudnya kedua belah pihak yang melakukan jual beli hadir dan membicarakan topic yang sama.[2]

c.   Syarat-syarat barang yang diperjualbelikan
1)   Suci, dalam islam tidak sah melakukan transaksi jual beli barang najis, seperti bangkai, babi, anjing, dan sebagainya.
2)   Barang yang diperjualbelikan merupakan milik sendiri atau diberi kuasa orang lain yang memilikinya.
3)   Barang yang diperjualbelikan ada manfaatnya. Contoh barang yang tidak bermanfaat adalah lalat, nyamauk, dan sebagainya. Barang-barang seperti ini tidak sah diperjualbelikan. Akan tetapi, jika dikemudian hari barang ini bermanfaat akibat perkembangan tekhnologi atau yang lainnya, maka barang-barang itu sah diperjualbelikan.
4)   Barang yang diperjualbelikan jelas dan dapat dikuasai.
5)   Barang yang diperjualbelikan dapat diketahui kadarnya, jenisnya, sifat, dan harganya.
6)   Boleh diserahkan saat akad berlangsung.[3]

d.  Syarat-syarat nilai tukar (harga barang)
1)   Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya.
2)   Boleh diserahkan pada waktu akad, sekalipun secara hukum seperti pembayaran dengan cek dan kartu kredit. Apabila harga barang itu dibayar kemudian (berutang) maka pembayarannya harus jelas.
3)   Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling mempertukarkan barang maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan oleh syara’, seperti babi, dan khamar, karena kedua jenis benda ini tidak bernilai menurut syara’.[4]

B.   HADIST-HADIST TENTANG ANJURAN JUAL BELI.

عَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَليْهِ وَ سَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِذَا تَبَايَعَ الرَّجُلاَننِ فَكُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِالْخِيَارِ مَالَمْ يَتَفَرَّقَا وَ كَانَا جَمِيْعًا أَوْ يُخَيِّرُ أَحَدُهُمَا الآخَرَفَتَبَايَعَا عَلَى ذَلِكَ فَقَدْ وَجَبَ الْبَيْعُ وَإِنْ تَفَرَّقَا بَعْدَ أَنْ يَتَبَايَعَا وَلَمْ يَتْرُكْ وَاحِدٌ مِنْهُمَا الْبَيْعَ فَقَدْ وَجَبَ الْبَيْعُ
“Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, jika dua orang saling berjual-beli, maka masing-masing di antara keduannya mempunyai hak pilih selagi keduanya belum berpisah, dan keduanya sama-sama mempunyai hak, atau salah seorang di antara keduanya membei pilihan kepada yang lain, lalu keduanya menetapkan jual-beli atas dasar pilihan itu, maka jual-beli menjadi wajib.”

عَنْ حَكِيْمِ بْنِ حِزَامٍ رَاضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ رَسُوْلُ الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْبَيِّعَانِ بِالخِيَارِ مَالمْ يَتفَرَّقَا أَوْ قَالَ حَتتّى يَتَفَرّقَا فَاِنْ صَدَقَ وَبَيّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَ
 “Ada hadist yang semakna dari hadist Hakim bin Hizam, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda, Dua orang yang berjual beli mempunyai hak pilih selagi belum berpisah, atau beliau bersabda, Hingga keduanya saling berpisah, jika keduannya saling jujur dan menjelaskan, maka keduanya saling menyembunyikan dan berdusta, maka barakah jual beli itu dihapuskan. [5]

a.        Sebab-sebab Turunnya Hadist
Hadist ini dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim, dan  hadist ini shahih.  Hadist tersebut dari Ibnu Umar Ra. Dari Rasulullah Saw  yang  menjelaskan apabila ada dua orang melakukan jual beli maka masing-masing keduamya mempunyai hak khiyar, selama mereka belum berpisah.  Dan hadist tersebut ditunjukkan dengan perbuatan Ibnu Umar yang terkenal.  Bila kedua pihak semuanya berdiri dan pergi bersama-sama, maka hak khiyar tetap ada.
Kemudian Rasulullah SAW menyebutkan sebagian dari sebab-sebab keberkahan dan pertumbuhan, sebagian dari sebab-sebab kerugian dan kerusakan.
Sebab-sebab barakah, keuntungan dan pertumbuhan adalah kejujuran dalam muamalah, menjelaskan aib, cacat, dan kekurangan atau sejenisnya dalam barang yang dijual.  Adapaun sebab-sebab kerugian dan ketiadaan barakah ialah yang menyembunyikan cacat, dusta dan memalsukan barang dagangan. Yang demikian itu merupakan sebab-sebab yang hakiki tentang keberkahan di dunia, yang memberikan nilai tambah dan ketenaran bagi dirinya, karena dia bermuamalah dengan cara yang baik, sedangkan di akhirat dia mendapatkan pahala dan balasan yang baik.  Sementara sifat kedua merupakan hakikat hilangnya mata pencaharian, karena pelakunya bermuamalah dengan cara yang buruk, sehingga orang lain menghindar darinya dan mencari orang yang lebih dapat dipercaya, sedangkan di akhirat dia mendapatkan kerugian yang lebih besar, karena dia telah menipu manusia.  Rasulullah SAW, “Siapa yang menipu kami, maka dia bukan termasuk golongan kami.” [6]

b.       Makna Global
Karena biasanya jual-beli terjadi tanpa berpikir lebih jauh, maka acapkali menimbulkan penyesalan bagi penjual maupun pembeli, karena itulah pembuat syariat yang bijaksana memberi tempo itu, yang memungkinkan terjadinya pembatalan akad selam tempo itu.  Tempo ini ialah selama masih berada di tempat pelaksanaan akad.
Jika kedua belah pihak (penjual dan pembeli) masih berada di tempat pelaksanaan jula beli, maka masing-masing mempunyai hak pilih untuk mengesahkan atau membatalkan jual beli. Jika keduanya saling berpisah, sesuai dengan perpisahan yang dikenal manusia, atau jual beli disepakati tanpa ketetapan hak pilih di antara keduanya, maka akad jual beli dianggap sah, sehingga salah seorang diantara keduanya tidak boleh membatalkannya secara sepihak, kecuali dengan cara pembatalan perjanjian yang disepakati.

c.        Kesimpulan Hadits:
1.    Penetapan hak pilih di tempat bagi penjual dan pembeli, untuk dilakukan pengesahana jual-beli atau pembatalannya.
2.    Temponya ialah semenjak jual beli dilaksanakan hingga keduanya saling berpisahdari tempat itu.
3.    Jual-beli mengharuskan pisah badan dari tempat dilaksanakan akad jual-beli.
4.    Jika penjual dan pembeli sepakat untuk membatalkan akad setelah akaddisepakati sebelum berpisah, atau keduanya saling melakukan jual-beli tanpa menetapkan hak pilih bagi keduanya, maka akad itu dianggap sah, karena hak itu menjadi milik mereka berdua, bagaimana keduanya membuat kesepakatan, terserah kepada keduanya.
5.    Perbedaan antara hak Allah dan yang semata merupakan hak anak Adam, bahwa apa yang menjadi hak Allah, pembolehannya tidak cukup dengan keridhaan anak Adam, seperti akad riba.  Sedangkan yang menjadi hak anak Adam diperbolehkan menurut keridhaannya yang diungkapkan, karena hak itu tidak melanggarnya.
6.    Pembuat syariat tidak menetapkan batasan untuk perpisahan.  Dasarnya adalah tradisi.  Apa yang dikenal manusia sebagai perpisahan, maka itulah ketetapan jual-beli.
7.    Para ulama’ mengharakan penjual atau pembeli meninggalkan tempat (sebelum akad di tetapkan), karena dikhawatirkan akan terjadi pembatalan.
8.    Jujur dalam muamalah dan menjelaskan keadaan barang dagangan merupakan sebab barakah di dunia dan akhirat, sebagaimana dusta, bohong dan menutup-nutupi cacat merupakan sebab hilangnya barakah.[7]



Hadist-hadist lainnya sebagai berikut:
Dari Al-Miqdam radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ ، وَإِنَّ نَبِىَّ اللَّهِ دَاوُدَ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
 “Tidaklah seseorang mengkonsumsi makanan yang lebih baik dari makanan yang dihasilkan dari jerih payah tangannya sendiri. Dan sesungguhnya nabi Daud ‘alaihissalam dahulu senantiasa makan dari jerih payahnya sendiri.” (HR. Bukhari, Kitab al-Buyu’, Bab Kasbir Rojuli wa ‘Amalihi Biyadihi II/730 no.2072).

Dan di dalam riwayat lain, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
ما كسب الرجل كسباً أطيب من عمل يده، وما أنفق الرجل على نفسه وأهله وولده وخادمه فهو صدقة
 “Tidaklah seseorang memperoleh suatu penghasilan yang lebih baik dari jerih payah tangannya sendiri. Dan tidaklah seseorang menafkahi dirinya, istrinya, anaknya dan pembantunya melainkan ia dihitung sebagai shodaqoh.” (HR. Ibnu Majah di dalam As-Sunan, Kitab At-Tijaroot Bab Al-Hatstsu ‘Ala Al-Makasibi, no.2129. al-Kanani berkata, ‘Sanadnya Hasan’, Lihat Mishbah Az-Zujajah III/5).[8]

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
التاجر الصدوق الأمين مع النبيين والصديقين والشهداء
 “Pedagang yang senantiasa jujur lagi amanah akan bersama para nabi, orang-orang yang selalu jujur dan orang-orang yang mati syahid.” (HR. Tirmidzi, Kitab Al-Buyu’ Bab Ma Ja-a Fit Tijaroti no. 1130).

Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إن أطيب الكسب كسب التجار الذي إذا حدثوا لم يكذبوا و إذا ائتمنوا لم يخونوا و إذا وعدوا لم يخلفوا و إذا اشتروا لم يذموا و إذا باعوا لم يطروا و إذا كان عليهم لم يمطلوا و إذا كان لهم لم يعسروا).
 “Sesungguhnya sebaik-baik penghasilan ialah penghasilan para pedagang yang mana apabila berbicara tidak bohong, apabila diberi amanah tidak khianat, apabila berjanji tidak mengingkarinya, apabila membeli tidak mencela, apabila menjual tidak berlebihan (dalam menaikkan harga), apabila berhutang tidak menunda-nunda pelunasan dan apabila menagih hutang tidak memperberat orang yang sedang kesulitan.” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi di dalam Syu’abul Iman, Bab Hifzhu Al-Lisan IV/221).

Dari Rafi’ bin Khadij radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Ada seseorang bertanya, “Penghasilan apakah yang paling baik, Wahai Rasulullah?” Beliau jawab:
عمل الرجل بيده وكل بيع مبرور
 “Penghasilan seseorang dari jerih payah tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur.” (HR. Ahmad di dalam Al-Musnad no.16628).

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
(إن التجار يبعثون يوم القيامة فجارا إلا من اتقى الله وبر وصدق)
 “Sesungguhnya para pedagang (pengusaha) akan dibangkitkan pada hari kiamat sebagai para penjahat kecuali pedagang yang bertakwa kepada Allah, berbuat baik dan jujur.” (HR. Tirmidzi, Kitab Al-Buyu’ Bab Ma Ja-a Fi At-Tujjar no.1131).[9]

Dari Qais bin Abi Gharzah, dia berkata, "Adalah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
يَا مَعْشَرَ التُّجَّارِ إِنَّ الْبَيْعَ يَحْضُرُهُ اللَّغْوُ وَالْحَلِفُ ، فَشُوبُوهُ بِالصَّدَقَةِ 
"Wahai para pedagang, sesungguhnya dalam jual beli terdapat kelalaian dan sumpah, maka bersihkanlah dengan sadaqah." (HR. Tirmizi, no. 1208, Abu Daud, no. 3326, Nasai, no. 3797, Ibnu Majah, no. 2145. Dinyatakan shahih oleh Al-Albany dalam Shahih Abu Daud).

Dari Jabir bin Abdullah radhillahu anhuma sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
 رَحِمَ اللَّهُ رَجُلاً سَمْحًا إِذَا بَاعَ ، وَإِذَا اشْتَرَى ، وَإِذَا اقْتَضَى 
"Semoga Allah merahmati seseorang yang mudah apabila menjual, membeli dan jika menuntut haknya." (HR. Bukhari, no. 1970).

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَقَالَ مُسْلِماً أَقَالَهُ اللَّهُ عَثْرَتَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Siapa yang menerima kembali barang yang telah dibeli darinya apabila pembeli mengurungkan pembelian, maka Allah akan mengangkatnya dari ketergelinciran di hari kiamat." (HR. Abu Daud, no. 3460, Ibnu Majah, no. 2199. Dinyatakan shahih oleh Al-Albany dalam Shahih Abu Daud).[10]

Dari ibn Abbas r.a :
عَنْ ابْنِ عَبَّاسْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ قَدَمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ: الْمَدِينَةُ وَهُمْ يُسْلِفُونَ بِاثَّمَرِ السَّنَتَينِ وَالثَّلَاثِ فَقَالَ مَنْ اَسْلَفَفِيْ كَيلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ 0رَوَاهُ مُسْلِمٌ}
 “Diriwayatkan dari ibn Abbas r.a., ia berkata :Nabi SAW datang ke Madinah dimana masyarakatnya melakukan transaksi salam kurma selama dua tahun dan tiga tahun.Kemudian Nabi bersabda, “Barangsiapa yang melakukan akad salam terhadap sesuatu hendaklah dilakukan dalam takaran yang jelas, timbangan yang jelas , dan sampai batas waktu yang jelas.”(HR.Muslim)

Dari Ubbadah bin Shamit:
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالِفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرَّوَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِوَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍيَدًابِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيفَ شِءْتُمْ إِذَاكَانَ يَدًابِيَدٍ {رَوَاهُ مُسْلِمٌ}
“Dari Ubbadah bin Shamit, katanya: Rasulullah SAW bersabda, “jual belil emas dengan emas, tepung dengan tepung, gandum dengan gandum, dan kurma dengan kurma serta garam dengan garam harus sama dan langsung serah terima. Apabila barang-barang ini berbeda-beda, maka jual belilah kalian sesuai yang kalian inginkan apabila dilakukan secara serah terima langsung.” (H.R. Muslim).[11]

Dari Ibnu ‘Umar r.a.:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنِ النَّجْشِ. وَ فِيْ لَفْظٍ وَ لاَ تَنَاجَشُوْا. رَوَاهُ الْبُخَارِىُّ
 “Dari Ibnu ‘Umar r.a.: Bahwasanya Rasulullah saw melarang jual-beli dengan cara najasy”. Dan dalam lafazh yang lain dinyatakan: Janganlah kamu sekalian melakukan jual-beli dengan cara najasy.” (HR al-Bukhari).
Dari Jabir bin Abdillah:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ – رضى الله عنهما – أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ عَامَ الْفَتْحِ ، وَهُوَ بِمَكَّةَ  إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيرِ وَالأَصْنَامِ
 “Dari Jabir bin Abdillah, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda di Mekah, saat penaklukan kota Mekah, “Sesungguhnya, Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamar, bangkai, babi, dan patung.” (HR. Bukhari, no. 2236 dan Muslim, no. 4132).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا حَرَّمَ أَكْلَ شَىْءٍ حَرَّمَ ثَمَنَهُ
 “Sesungguhnya, jika Allah mengharamkan untuk mengkonsumsi sesuatu, Allah pasti juga mengharamkan jual-belinya.” (HR. Ahmad, no. 2730; diriwayatkan dari Ibnu Abbas).[12]



BAB III
PENUTUP

A.   KESIMPULAN
Jual Beli ialah tukar-menukar harta dengan harta yang dimaksudkan untuk suatu kepemilikan, yang ditunjukkan dengan perkataan dan perbuatan. Dimana rukun-rukun jual beli menurut jumhur ulama adalah adanaya orang yang berakad (Penjual dan Pembeli), ada sighat (ijab qabul), ada barang yang dibeli (ma’qud alaih), dan adanya nilai tukar pengganti barang.
Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling mempertukarkan barang maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan oleh syara’, seperti babi, dan khamar, karena kedua jenis benda ini tidak bernilai menurut syara’. Terdapat banyak hadist tentang anjuran jual beli diantaranya. Dari Rafi’ bin Khadij radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Ada seseorang bertanya, “Penghasilan apakah yang paling baik, Wahai Rasulullah?” Beliau jawab “Penghasilan seseorang dari jerih payah tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur.” (HR. Ahmad di dalam Al-Musnad no.16628).




DAFTAR PUSTAKA


Arif, Wisnu Fahreza. Hadist Ekonomi 2. 23 April 2019. http://wisnuarifblog.blogspot. com/2013/05/hadis-ekonomi-2.html.
Fawaz, Abu Asy-Syirboony, Hadits-Hadits Shohih Tentang Keutamaan Perniagaan dan Pengusaha Muslim. 22 April 2019. https://abufawaz.worpress.com/2012/04/10/hadits-hadits-shohih-tentang-keutamaan-perniagaan-dan-pengusaha-muslim/.
Haroen, Nasrun. 2007. Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Ihsan, Ghufron. 2008.  Fiqh Muamalat. Jakarta : Prenada Media Grup.
Muhammad, Syaikh Saalih al-Munajjid, Petunjuk Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam Dalam Jual Beli. 22 April 2019. https://islamqa.info/id/answer/134621/petunjuk-nabi-shallallahu-alaihi-wa-sallam-dalam-jual-beli.
Pratiwi, Ardiyan. Jual Beli dan Riba. 22 April 2019.  http://ardiyanpratiwi.blogspot.com/2017/10/jual-beli-dan-riba.html.
Suhardi, Kathur. 2002.  Edisi Indonesia: Syarah Hadist Pilihan Bukhari Muslim. Jakarta: Darul Falah.
Wawan, Ms Djunaedi, 2008. Fiqih. Jakarta : PT. Listafariska Putra.




[1]Kathur Suhardi, Edisi Indonesia : Syarah Hadist Pilihan Bukhari Muslim, (Jakarta: Darul Falah, 2002), Hal. 57.
[2]Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama. 2007), hlm. 9.
[3]MS. Wawan Djunaedi, Fiqih, (Jakarta : PT. Listafariska Putra, 2008), hlm. 98.
[4]Ghufron Ihsan, Fiqh Muamalat, (Jakarta : Prenada Media Grup, 2008), hlm. 35.
[5]Kathur Suhardi, Edisi Indonesia: Syarah Hadist Pilihan Bukhari Muslim, (Jakarta: Darul Falah, 2002), Hal. 580.
[6]Ibid., hal. 581.
[7]Ibid., hal. 582.
[8]Abu Fawaz Asy-Syirboony, Hadits-Hadits Shohih Tentang Keutamaan Perniagaan dan Pengusaha Muslim, Diakses dari  https://abufawaz.worpress.com/2012/04/10/hadits-hadits-shohih-tentang-keutamaan-perniagaan-dan-pengusaha-muslim/. Pada Tanggal 22 April 2019, Pukul 13:11 WIB.
[9]Ibid.
[10] Syaikh Muhammad Saalih al-Munajjid, Petunjuk Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam Dalam Jual Beli. Diakses Dari https://islamqa.info/id/answer/134621/petunjuk-nabi-shallallahu-alaihi-wa-sallam-dalam-jual-beli. Pada Tanggal 22 April 2019, Pukul 13:09 WIB.
[11]Ardiyan Pratiwi, Jual Beli dan Riba, diakses dari http://ardiyanpratiwi.blogspot.com/2017/10/jual-beli-dan-riba.html. Pada Tanggal 22 April 2019, Pukul 11:33 WIB.
[12]Wisnu Arif Fahreza, Hadist Ekonomi 2, Diakses dari http://wisnuarifblog.blogspot.com/2013/05/hadis-ekonomi-2.html, Pada Tanggal 23 April 2019, Pukul 11:22 WIB.

Comments

Popular posts from this blog

SYAR'U MAN QABLANA

ULUMUL HADIST : Sanad, Matan, dan Rawi Hadist

MAKALAH TEORI KONSUMSI : INDIFFERENT CURVE

TASAWUF DI INDONESIA

AKAD DAN KHIYAR

ISLAMIC BANKING

FIQH MUNAKAHAT_

KONSEP KEBUTUHAN DALAM EKONOMI SYARIAH

MANAJEMEN ORGANISASI