ULUMUL HADIST : Sanad, Matan, dan Rawi Hadist
MAKALAH ULUMUL HADIST
Sanad, Matan, dan Rawi Hadist
Sanad, Matan, dan Rawi Hadist
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Al-Quran
sebagai petunjuk hidup manusia bagi orang-orang yang bertaqwa sifatnya mujmal
(global) atau masih ‘am (umum), maka untuk menerapkannya secara praktis
sangatlah membutuhkan penjelasan-penjelasan yang lebih jelas terutama dari nabi
Muhammad SAW yang menerima wahyu. Penjelasan-penjelasan dari nabi tersebut bisa
berupa ucapan atau perbuatan maupun pernyataan atau pengakuan, yang dalam
tradisi keilmuan islam disebut hadist. Dengan
demikian hadist nabi merupakan sumber hukum islam setelah Al-Quran.
Dari
sisi periwayatannya hadist memang berbeda dengan Al-Quran. Semua periwayatan
ayat-ayat Al-Quran dipastikan berlangsung secara mutawatir, sedang hadist ada yang
mutawatir dan ada juga yang ahad. Untuk mengetahui orientisitas hadist semacam
ini diperlukan penelitian matan maupun sanad. Dari sini dapat dilihat bahwa
sanad, matan, dan rawi merupakan tiga unsur terpenting dalam hadist nabi. Untuk
itu dalam pembahasan makalah ini kami akan menyajikan bahan diskusi yang
berjudul: Sanad, Matan, dan Rawi hadist.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat dirumuskan masalah-masalah
yang akan dibahas pada penulisan kali ini, yaitu sebagai berikut:
1.
Apakah pengertian dari sanad ?
2.
Apa saja macam-macam sanad hadits?
3.
Bagaimana tingkatan-tingkatan sanad hadits?
4.
Apakah pengertian dari matan ?
5.
Apakah pengertian dari rawi ?
6.
Siapa sajakah imam perawi hadist ?
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan
ditulisnya makalah ini antara lain guna menjawab segala rumusan masalah yang
ada. Diharapkan makalah ini dapat membantu pemahaman mengenai unsur-unsur pokok
hadist yaitu sanad, macam-macam sanad, tingkatan-tingkatan sanad pengertian matan
hadits, dan rawi hadist. serta mampu mengetahui siapa saja imam perawi hadist.
BAB II
PEMBAHASAN
SANAD, MATAN, DAN RAWI
A.
SANAD
1.
Pengertian Sanad
Kata
sanad menurut bahasa adalah sandaran
atau sesuatu yang dijadikan sandaran. Dikatakan demikian, karena setiap hadits
selalu bersandar kepadanya.[1] Menurut
istilah terdapat perbedaan rumusan pengertian. Al-badru bin jama’ah dan al-tiby
mengatakan bahwa sanad adalah :
الاخبار
عن طريق المتن
Artinya : “berita tentang jalan matan”
Yang lain menyebutkan :
سلسلة
الرجال الموصلة للمتن
Artinya : “silsilah orang-orang yang meriwayatkan
hadits yang menyampaikannya kepada hadits”
Ada
juga yang menyebutkan :
سلسلة
الرواة الذين نقلو المتن عن مصدره الاول
Artinya : “silsilah para perawi yang menukilkan hadits
dari sumbernya yang pertama”.[2]
Sanad hadits yang menurut pengertian istilah adalah rangkaian
para periwayat yang menyampaikan kita kepada matan hadits.
Yang
berkaitan dengan istilah sanad adalah isnad, musnid, dan musnad. Isnad menurut ilmu bahasa yaitu
menyandarkan. Menurut istilah ialah menerangkan sanad hadits (jalan menerima
hadits). Maka arti ”saya isnad-kan hadits” adalah saya sebutkan sanadnya, saya
terangkan jalan datangnya, atau jalan sampainya kepada saya. Orang yang
menerangkan hadits dengan menyebut sanadnya, disebut musnid. Hadits
yang disebut dengan diterangkan sanadnya yang sampai kepada Nabi SAW dinamai musnad.[3]
2.
Macam-macam Sanad
a. Sanad
‘Aliy
Sanad
‘aliy adalah sebuah sanad yang jumlah perawinya lebih sedikit jika dibandingkan
dengan sanad yang lain. Sanad ‘aliy ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1) Sanad ‘aliy yang bersifat mutlak, yaitu
sebuah sanad yang jumlah perawinya hingga sampai kepada Rasulullah lebih
sedikit jika dibandingkan dengan sanad yang lain. Jika sanad tersebut shahih,
maka sanad itu menempati tingkatan tertinggi dari jenis sanad ‘aliy.
2) Sanad ‘aliy yang bersifat nisbi, yaitu
sebuah sanad yang jumlah perawi di dalamnya lebih sedikit jika dibandingkan
dengan para imam ahli hadits, seperti Syu’bah, Al A’masy, Malik, Asy Syafi’i,
Bukhori, Muslim, dan sebagainya, meskipun jumlah perawinya setelah mereka
hingga sampai kepada Rasulullah SAW. lebih banyak.
b. Sanad
Nazil
Sanad
nazil adalah sebuah sanad yang jumlah perawinya lebih banyak jika dibandingkan
dengan sanad yang lain. Hadits dengan sanad yang lebih banyak akan tertolak
dengan sanad yang sama jika jumlah perawinya lebih sedikit.[4]
3.
Tingkatan-tingkatan Sanad Hadits
Ahli hadits membagi
tingkatan sanad menjadi tiga macam, yaitu:
a. Ashahhul asaanid (sanad-sanad yang lebih shahih). Contoh ashahhul asananid dari sahabat tertentu, yaitu Umar bin Khaththab r.a., ialah yang diriwayatkan oelh Ibnu Syihab Az Zuhri dari Salim bin Abdullah bin Umar dari ayahnya (Abdullah bin Umar), dari kakeknya (Umar bin Khaththab)
b. Ahsanul asaanid (sanad-sanad yang lebih hasan). Contoh, apabila hadits tersebut bersanad antara lain: Bahaz bin Hakim dari ayahnya (Hakim bin Mu’awiyah) dari kakeknya (Mu’awiyah bin Haidah) dan Amru’ bin Syu’aib dari ayahnya (Syu’aib bin Muhammad) dari kakeknya (Muhammad bin Abdillah bin Amr bin Ash);
c. Adh’aful asaanid (sanad-sanad yang lebih lemah). Salah satunya adalah Abu Bakar Ash Shidiq r.a., yang diriwayatkan oleh Shadaqah bin Musa dari Abi Ya’qub Farqad bin Ya’qub dari Murrah Ath Thayyib dari Abu Bakar r.a.[5]
a. Ashahhul asaanid (sanad-sanad yang lebih shahih). Contoh ashahhul asananid dari sahabat tertentu, yaitu Umar bin Khaththab r.a., ialah yang diriwayatkan oelh Ibnu Syihab Az Zuhri dari Salim bin Abdullah bin Umar dari ayahnya (Abdullah bin Umar), dari kakeknya (Umar bin Khaththab)
b. Ahsanul asaanid (sanad-sanad yang lebih hasan). Contoh, apabila hadits tersebut bersanad antara lain: Bahaz bin Hakim dari ayahnya (Hakim bin Mu’awiyah) dari kakeknya (Mu’awiyah bin Haidah) dan Amru’ bin Syu’aib dari ayahnya (Syu’aib bin Muhammad) dari kakeknya (Muhammad bin Abdillah bin Amr bin Ash);
c. Adh’aful asaanid (sanad-sanad yang lebih lemah). Salah satunya adalah Abu Bakar Ash Shidiq r.a., yang diriwayatkan oleh Shadaqah bin Musa dari Abi Ya’qub Farqad bin Ya’qub dari Murrah Ath Thayyib dari Abu Bakar r.a.[5]
Contoh Sanad dalam Hadis:
“telah menceritakan kepada kami Muhammad ibn
al-Mutsanna, ia berkata, ‘telah menceritakan kepada kami ‘abd al-Wahhab
al-Tsaqafi, ia berkata, ‘telah menceritakan kepada kami ayyub, dari abi
Qilabah, dari Anas, dari Nabi SAW, baliau bersabda,’ada tiga hal yang apabila
seseorang memilikinya maka ia akan memperoleh manisnya iman, yaitu bahwa Allah
dan Rosul-Nya lebih di cintai dari pada selain keduanya, bahwa ia mencintai
seseorang hanya karena Allah SWT, dan bahwa ia benci kembali kepada kekafiran sebagaimana
Ia benci masuk ke dalam neraka’.” (HR
Bukhori)
Apabila
kita melihat dari segi sanad, yaitu jalan yang mrnyampaikan kita pada matan
Hadis, maka urutnya adalah sebagai berikut:
1. Muhammad ibn al-Mutsanna (Sebagai sanad
pertama atau awal sanad)
2. Abd al-Wahhab al-Tsaqafi (Sebagai sanad
kedua)
3. Ayyub (Sebagai sanad ketiga)
4. Abi Qilabah (Sebagai sanad keempat)
5. Anas r.a (Sebagai sanad kelima atau
akhir sanad)
B.
MATAN
1.
Pengertian Matan
Kata
Matan atau almatn menurut bahasa ma irtafa’a min al-ardhi (tanah yang
meninggi). Sedangkan secara istilah, terdapat beberapa pendapat ulama antara
lain:
a. Muhammad at Tahhan
ما ينتهى إليه السند من
الكلام
Matan
adalah suatu kalimat tempat berakhirnya sanad.
b. Ajjaj al Khatibb
ألفاظ الحديث التي تتقوم
بها معانيه
Matan
adalah lafadz hadits yang di dalamnya mengandung makna-makna tertentu.
c. Ibnu
Jama’ah
(ما ينتهى إليه السند (غاية السند
Matan
adalah sesuatu yang kepadanya berakhir sanad (perkataan yang disebut untuk
mengakhiri sanad).[6]
Dari
beberapa rumusan pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa matan adalah
perkataan yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda Nabi SAW. yang disebut
sesudah habis disebutkan sanadnya.[7]
Contoh Matan dalam
Hadits:
“Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibn
al-Mutsanna, ia berkata, ‘telah menceritakan kepada kami ‘abd al-Wahhab
al-Tsaqafi, ia berkata, ‘telah menceritakan kepada kami ayyub, dari abi
Qilabah, dari Anas, dari Nabi SAW, baliau bersabda,’ada tiga hal yang apabila
seseorang memilikinya maka ia akan memperoleh manisnya iman, yaitu bahwa Allah
dan Rosul-Nya lebih di cintai dari pada selain keduanya, bahwa ia mencintai
seseorang hanya karena Allah SWT, dan bahwa ia benci kembali-kepada-kekafiran
ssebagaimana Ia benci
masuk ke dalam neraka’.” (HR Bukhori)
Pada
Hadis di atas terlihat adapun yang disebut dengan matan hadits yaitu “ada tiga hal yang apabila seseorang memilikinya maka ia akan memperoleh
manisnya iman, yaitu bahwa Allah dan Rosul-Nya lebih di cintai dari pada selain
keduanya, bahwa ia mencintai seseorang hanya karena Allah SWT, dan bahwa ia
benci kembali kepada kekafiran sebagaimana
Ia benci masuk ke dalam neraka”.
C.
RAWI
1.
Pengertian Rawi
Kata
“Rawi” atau “al-rawi” berarti orang yang meriwayatkan atau memberitakan hadits
(naqil al-hadits).[8]
Antara
sanad dan rawi itu merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan.
Sanad-sanad hadits pada tiap-tiap tabaqahnya juga disebut rawi, jika yang dimaksud dengan rawi adalah orang yang meriwayatkan
dan memindahkan hadits. Akan tetapi yang membedakan antara rawi dan sanad adalah
terletak pada pembukuan atau pentadwinan hadits. Orang yang menerima hadits dan
kemudian menghimpunnya dalam suatu kitab hadits disebut dengan perawi. Dengan demikian maka perawi
dapat disebut mudawwin (Orang yang
membukukan dan menghimpun hadits).
Sebagai
contoh dalam Hadits:
“Telah
menceritakan kepadaku Muhammad bin Ma’mur bin Rabi’I al-Qaisi, katanya: Telah
menceritakan kepadaku Abu Hisyam al-Mahzumi dari Abu al-Wahid, yaitu ibn Ziyad,
katanya: Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin al-Munkadir, dan ‘Amran. Dari
Usman bin Affan ra., ia berkata: Barangsiapa yang berwudhu’ dengan sempurna
(Sebaik-baiknya wudhu’), keluarlah dosa-dosa nya dari seluruh badannya, bahkan
dari bawah kukunya”. (HR. Muslim).
Dari
hadits diatas Imam Muslim yang tercatat diujung hadits adalah perawinya, yang
disebut juga mudawwin.[9]
2.
Syarat-syarat perawi hadits
a. Adil, yang dimaksud dengan adil adalah istiqamatuddin dan al-muru’ah. Istiqmatuddin
adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban dan menjauhi perbuatan-perbuatan haram
yang mengakibatkan pelakunya fasik. Sedangkan, al-muru’ah adalah
melaksanakan adab dan akhlak yang terpuji dan meninggalkan perbuatan yang
menyebabkan orang lain mencelanya.
b. Muslim, menurut ijma’ seorang rawi pada waktu meriwayatkan suatu
hadis maka ia harus Muslim. Periwayatan kafir tidak sah. Seandainya seorang
fasik saja kita disuruh klarifikasi, maka lebih-lebih rawinya yang kafir
c. Balig
d. Berakal
e. Tidak pernah melakukan perbuatan dosa besar
dan tidak sering melakukan dosa kecil.
f. Dabit, mempunyai dua pengertian yaitu:
1)
Dabit dalam arti kuat hafalan serta daya ingatnya dan bukan
pelupa yang sering disebut dengan istilah dlabit al-shadri.
2)
Dabit dalam arti dapat memelihara kitab hadis dari gurunya
sebaikbaiknya, sehingga tidak mungkin ada perubahan yang disebut dengan dlabit al-kitabah.[10]
3.
Imam Perawi Hadits
a. IMAM
BUKHARI (194-256 H/ 773-835 M)
Nama
lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al Bukhari bin Ibrahim bin
Al Mughirah bin Bardizbah. Muhadditsin ini sangat wara’, banyak membaca Al
Qur’an siang malam serta, gemar berbuat kebajikan. Sejak umur 10 tahun, dia
sudah mempunyai hafalan hadits yang tidak sedikit jumlahnya. Beliau telah
menulis Kitab Hadits yang memuat 600.000 hadits kemudian beliau pilih lagi
menjadi 100.000 hadits shahih dan 1000 hadits TIDAK shahih.
Shahih
al-Bukhari adalah karya utama Imam Bukhari. Judul lengkap buku beliau ini
adalah Al-Jami’ ash-Shahih al- Musnad al-Mukhtashar min Umūri Rasūlillah
Shallallahu ’alayhi wa Sallam wa Ayyamihi (Jami’us Shahih), yakni kumpulan
hadits-hadits shahih. Beliau menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk menyusun
bukunya ini. Beliau memperoleh hadits dari beberapa hafizh, antara lain Maky
bin Ibrahim, Abdullah bin Usman Al Marwazy, Abdullah bin Musa Al Abbasy, Abu
Ashim As Syaibany dan Muhammad bin Abdullah Al Anshari. Dalam kitab jami’nya,
beliau menuliskan 6.397 buah hadits, dengan yang terulang. Yang muallaq
sejumlah 1.341 buah, dan yang mutabi’ 384 buah, jadi seluruhnya berjumlah 8.122
buah.
b. IMAM
MUSLIM (204-261 H/ 783-840 M)
Beliau
mempunyai nama lengkap Abul Husain Muslim bin Al Hajaj Al Qusyairy. Beliau
dilahirkan di Nisabur, Iran tahun 204 H/820 M. Dia adalah muhadditsin dan
hafidz yang terpercaya. Dalam bidang hadits, beliau memiliki karya Jami’ush
Shahih. Jumhur ulama mengakui kitab Shahih Muslim adalah secermat-cermat
isnadnya dan sekurang-kurang perulangannya. Kitab ini berisikan 7.273 buah
hadits, termasuk dengan yang terulang. Menulis Kitab Shahih Muslim yang terdiri
dari 7180 Hadits . Guru-guru beliau: Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Bukhari.
Adapun murid murid beliau: Imam at-Tirmidzi, Abū Hatim ar-Razi dan Abū Bakr bin
Khuzaimah termasuk.
Imam
Muslim dan Bukhari disebut dengan As Syaikhani dan kedua kitab Shahih beliau
berdua disebut Shahihain, sedangkan hadits yang diriwayatkan oleh mereka berdua
dari sumber sahabat yang sama disebut muttafaq ‘alaih.
c. IMAM
ABU DAWUD (202-275 H/ 817-889 M)
Nama
lengkapnya adalah Abu Dawud Sulaiman bin Al Asy’ats bin Ishaq bin Basyir bin
Syidad bin Amr bin Amran Al Azdi As Sijistani. Ia seorang ulama, hafizh
(penghafal Al Qur’an) dan ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan tentang
ke-Islaman khususnya dalam bidang ilmu fiqih dan hadits.
Abu
Dawud menghasilkan sebuah karya terbaiknya yaitu Kitab Sunan Abi Dawud. Kitab
ini dinilai sebagai kitab standar peringkat 2 (kedua) dalam bidang hadits
setelah kitab standar peringkat pertama yaitu Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.
Dalam kitabnya tersebut Abu Dawud mengumpulkan 4.800 buah hadits dari 500.000
hadits yang ia catat dan hafal. Bukunya tersusun dari 4.800 hadits. Al Khathaby
mengomentari bahwa Kitab Sunan Abu Dawud itu adalah kitab yang lebih banyak
fiqih-nya daripada Kitab As Shahihain.
d. IMAM
AT-TIRMIDZI (209-279 H/ 824-892 M)
Beliau
mempunyai nama lengkap Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah at Tirmidzi bin Musa
bin Dahhak As Sulami Al Buqi. Ia merupakan ilmuwan Islam, pengumpul hadits
kanonik (standar buku). Abu Ya’la Al Khalili, seorang ahli hadits menyatakan
bahwa At Tirmidzi adalah seorang Siqah (terpercaya) dan hal ini disepakati oleh
para ulama. Ibnu Hibban Al Busti (ahli hadits) mengakui kemampuan At Tirmdzi
dalam hal menghafal, menghimpun dan menyusun hadits.
At
Tirmidzi adalah seorang murid dari Imam Bukhari dan beberapa guru lainnya. Kitab
beliau yang terkenal, Jami’ at-Tirmidzi menyebutkan seputar permasalahan fiqh
dengan penjelasan yang terperinci.
e. IMAM
AN-NASA’I (215-303 H/ 830-915 M)
An-Nasa’i
memiliki nama lengkap Abu Abdir Rahman Ahmad bin Syu’aib an-Nasa’i bin Ali bin
Bahr bin Sinan. Seorang ahli hadits ini memilih Mesir sebagai tempat menyiarkan
hadits-hadits. Beliau mempunyai keahlian dalam bidang hadits dan ahli fiqih
dalam mazhab Syafi’i. Di kota Damaskus ia menulis kitab Khasais Ali ibn Abi
Thalib (Keistimewaan Ali bin Abi Thalib).
Beliau
memiliki guru-guru dalam bidang hadits antara lain: Qutaibah bin Sya’id, Ishaq
bin Ibrahim, Ahmad bin Abdul Amru bin Ali, Hamid bin Mas’adah, Imran bin Musa,
Muhammad bin Maslamah, Ali bin Hajar, Muhammad bin Mansyur, Ya’kub bin Ibrahim,
dan Haris bin Miskin.
f. IMAM
IBNU MAJAH (209-273 H/ 824-887 M)
Nama
lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad bin Yazid bin Majah al-Qadziani Ar
Raba’i Al Qazwani. Ibnu Majah memiliki keahlian dalam bidang hadits, ahli
tafsir dan ahli sejarah Islam. Ada 2 (dua) keahliannya dalam bidang tafsir
yaitu tafsir Al Qur’an Al Karim dan At Tarikh.
Pada
usia 21 tahun dia mulai mengadakan perjalanan untuk mengumpulkan hadits. Dengan
cara tersebut dia telah mendapatkan hadits-hadits dari para ulama terkenal yang
mana juga sebagai gurunya seperti Abu Bakar bin Abi Syaibah, Muhammad bin
Abdullah bin Numaayr, Hisyam bin Ammar, Ahmad bin Al Azhar, Basyar bin Adam
serta para pengikut Imam Malik dan Al Layss.
Karya
utama Ibnu majah dalam bidang hadits adalah Sunan Ibnu Majah (disebut dengan
Sunan, karena kitab ini mengandung hadits yang menyinggung masalah duniawi/mu’amalah),
yang dikenal sebagai salah satu dari enam kitab kumpulan hadits yang terkenal
dengan julukan Al Kutub As Sittah.
g. IMAM
AHMAD (164-241 H/ 780-855 M)
Nama
lengkapnya adalah Abu Abdillah bin Muhammad bin Hanbal Al Marwazy. Dia adalah
ulama hadits terkenal kelahiran Baghdad. Beliau terkenal sebagai salah seorang
pendiri madzhab yang dikenal dengan nama Hanabilah (Hanbaly). Dia merupakan
seorang ahli hadits yang diakui kewara’an dan kezuhudannya. Menurut Abu Zur’ah,
beliau mempunyai tulisan sebanyak 12 macam yang dikuasai di luar kepala. Beliau
juga mempunyai hafalan matan hadits sebanyak 1.000.000 buah. Karya beliau yang
sangat gemilang adalah Musnadul Kabir. Kitab ini berisikan 40.000 buah hadits
yang 10.000 di antaranya merupakan hadits ulangan. Karya beliau yang paling
utama adalah Musnad Ahmad yang tersusun dari 30.000 ahadits dalam 24 juz.[11]
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Unsur-unsur
pokok hadits ialah sanad, matan, dan rawi. Sanad hadits merupakan rangkaian
para periwayat yang menyampaikan kita kepada matan hadits. Sedangkan matan
hadits ialah perkataan
yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda Nabi SAW yang disebut sesudah habis
disebutkan sanadnya. Antara sanad dan rawi itu merupakan dua
istilah yang tidak dapat dipisahkan. Sanad-sanad hadits pada tiap-tiap
tabaqahnya juga disebut rawi. Akan
tetapi yang membedakan antara rawi dan sanad adalah terletak pada pembukuan
atau pentadwinan hadits. Orang yang menerima hadits dan kemudian menghimpunnya
dalam suatu kitab hadits disebut dengan perawi.
Dengan demikian maka perawi dapat disebut mudawwin
(Orang yang membukukan dan menghimpun hadits).
Syarat-syarat
perawi hadits adalah seseorang yang adil, dabit, muslim, balig, berakal, dan tidak
pernah melakukan perbuatan dosa besar serta tidak sering melakukan dosa
kecil. Imam-imam perawi hadits antara lain ialah Imam Bukhari, Imam Muslim,
Imam Abu Dawud, Imam At-Tarmidzi, Imam An-Nasa’i, Imam Ibnu Majah, dan Imam
Ahmad.
B.
SARAN
Mungkin inilah
yang diwacanakan pada penulisan ini meskipun
penulisan ini jauh dari sempurna minimal para pembaca dapat
mengimplementasikan tulisan ini. Selain itu, makalah ini masih banyak memiliki
kesalahan dari segi penulisan, sumber materi, dan lainnya, karena penulis juga
merupakan manusia yang adalah tempat salah dan dosa, dimana terdapat dalam
hadits “al insanu minal khotto’ wan nisyan”, dan juga
butuh saran serta kritik agar bisa menjadi motivasi untuk masa depan
yang lebih baik dari pada masa sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Addict,
Kaskus. Mengenal Para Imam Perawi Hadits. 25 Februari 2019. http://www.kaskus.co.id/thread/51e8da4f8027cfe607000006/mengenal-para-imam-perawi-hadits.
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi.
1999. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. (Cetakan ke-6). Semarang: PT.
Pustaka Rizki Putra.
Hasan,
Mustofa. 2012. Ilmu Hadits. (Cetakan ke-1). Bandung: CV Pustaka Setia.
Jumantoro,
Totok. 1997. Kamus Ilmu Hadits. Jakarta: Bumi Aksara.
Madani, Bacaan. Pengertian rawi hadits dan syarat. 25 Februari 2019. http://www.bacaanmadani.com/2018/01/pengertian-rawi-hadits-dan-syarat.html?m=1.
Mudasir.
2007. Ilmu Hadis. (Cetakan ke-3).
Bandung: Pustaka Setia.
Solahudin,
M. Agus dan Agus Suyadi. 2008. Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Setia.
Suparta,
Munzier. 2010. Ilmu Hadis. (Cetakan
ke-6). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
[1]Mudasir, Ilmu Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), hlm. 61.
[2]Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2010), hlm. 45-46.
[3]Teungku
M. Hasbi As-siddiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu
Hadits, (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2009), cet. 2, hlm. 147.
[4]M. Agus Solahudin dan Agus
Suyadi, Ulumul Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 96-97.
[5]Mustofa Hasan, Ilmu Hadits,
(Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), cet. 1, hlm. 70-71.
[6]Totok Jumantoro, Kamus Ilmu
Hadits, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), Cet. 1, hlm. 122.
[7]M. Agus Solahudin dan Agus
Suyadi, Ulumul Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 98.
[8]Mudasir., Ilmu Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), hlm. 63.
[9]Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2010), hlm. 48.
[10]Pengertian
rawi hadits dan syarat, Bacaanmadani.
Diakses dari http://www.bacaanmadani.com/2018/01/pengertian-rawi-hadits-dan-syarat.html?m=1, Pada tanggal 25 Februari 2019
Pukul 13.22.
[11]Kaskus Addict, Mengenal Para Imam Perawi Hadits,
Kaskus, Diakses dari http://www.kaskus.co.id/thread/51e8da4f8027cfe607000006/mengenal-para-imam-perawi-hadits, Pada tanggal 25 Februari 2019
Pukul 13.50.
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeletemakasih yah gua gampang dpt makalah beserta referensinya good:)
ReplyDelete